Kamis, 11 November 2010

Menyoal Regional Madani

 
 
Ekonom rabbani untuk regional madani, adalah sebuah tagline yang baru diangkat oleh dan dicanangkan di Rakernas FoSSEI kemarin. Idea yang dicanangkan oleh para presnas dan disepakati oleh  semua regional yang hadir dalam rakernas tersebut.  Idea, yang menurut harapan mereka, menjadi misi bersama tiap langkah mereka yang concern dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Islam di tanah air. Kerinduan mereka, pada suatu perubahan yang mendasar dan membawa kesejahteraan dan maslahah bagi umat manusia.

Ekonom Rabbani, saya lebih melihat  sebagai sebuah cita-cita sebagaimana yang dicita-citakan  Dr Muhammad Syafii Antonio M.Ec, bahwa mereka adalah para intelektual hybrid yang satu sisi mereka sangat kepakaran mengenai dunia keuangan,ekonomi, dan bisnis di saat yang sama analysis mereka bersumber dari petunjuk Rabbani dan merujuk langsung pada kekayaan khazanah Islam atau turats yang menjadi referensi dunia islam di basic keilmuan. Maka, hampir mendekati apa yang didefinisikan oleh Dr Ugi Suharto, dalam wawancaranya di Jurnal Islamia, worldview ekonomi Islam, kata Ustadz yang terpilih menjadi mahasiswa ekonomi terbaik di IIUM ini, harusnya terintegrasi dengan sistematis dan utuh dengan bangunan ekonomi Islam itu sendiri. Epistemologinya Islam, sebab seorang muslim tanpa worldview Islam hanya akan menjadi korban dalam ekspansi pemikiran yang menurut Ust Hamid Fahmy Zarkasy, korbannya tidak kelihatan, yang ada adalah mereka yang linglung dan bingung siapa dirinya dan untuk apa dirinya lalu berpihak ke siapa ?? jika ke Islam, harus siap dengan stigma teroris jika ke barat harus siap dituduh konspirator. Oh My God !!


Lain halnya dengan istilah regional madani,apalagi menggandengkannya dengan tataran bersifat cita-cita seperti Ekonom Rabbani namun lebih khusus, konsep masyarakat madani oleh sebagian sarjana muslim dan cendikiawan muslim dengan tergesa banyak yang menggandengkannya dengan konsep Civil Society yang malah notabene secular.

Sebagai sebuah produk peradaban Barat, Civil society berangkat dari kenyataan sejarah dan pengalaman yang dialami oleh masyarakat barat pasca revolusi prancis dengan sejalan seiring dengan masa renaissance dan aufklarung.  di dialami sebagai masa “pencerahan” dan symbol fase barat yang lebih “beradab”. Trauma dan geli, yang dialami masyarakat barat saat hidup dalam kungkungan agama. Sindiran pedas seorang intelektual barat pernah mengibaratkan jika berjalan di belakang seorang wanita saja seseorang harus hati-hati maka berjalan di belakang seorang pendeta jauh sangat lebih hati-hati. Jika dipetakan lebih lanjut, Civil Society ini ternyata ada di semua kubu pemikiran barat. Mulai dari kalangan Karl Marx yang pernah menghangatkan sejarah dunia dengan warna merah darah, hingga Hegelian dan Gramsci bahkan aristoteles tak satupun yang melewatkan civil society dalam bahasan mereka pada sebuah dunia yang dimpikan lebih beradab dan kesejahteraan serta kemakmuran menjadi cita utama dari perjalanan konsep civil society ini.

Berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan oleh Syed Muhammad Naquib Al Attas (1978),  dalam bukunya Islam and secularism, Syed Naquib Al Attas menguraikan perspektif lain dari akarnya bahasa melayu yang menurut beliau sangat berat jika dipisahkan dari kemapanan tradisi agama dari mulai membentuk epistemology hingga mengatur hal-hal terkecil  yaitu bahasa arab. Madinah, memang menjadi rujukan awal sebuah kehidupan yang mana Baginda Nabi SAW dan para sahabat-sahabatnya membangun sebuah system kehidupan. Tidak saja sebagai utusan Allah tetapi semuanya tidak terkecuali Fazlur Rahman, rujukan utama kalangan liberal, menyatakan bahwa Baginda Nabi SAW  adalah selain  sebagai pemimpin ummat juga sebagai kepala negara. Walaupun gokilnya fakta ini diingkari oleh murid-muridnya sendiri di Indonesia. Tetapi Madinah tidak berhenti sebagai sebuah nama kota yang didoakan oleh nabi diberi rahmat oleh Allah dua kali lipat lebih banyak dari Mekkah. Madinah tidak berhenti sebagai The Main Role Model sebuah gambaran dan tatanan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan di bawah naungan  Islam.

Kembali pada sejumlah poin yang dipaparkan oleh Syed Muhammad Naquib Al Attas mengenai regional madani, penerjemahan religion dalam bahasa inggris untuk entry agama dirasa kurang dari makna yang dikehendaki oleh karakteristik keyakinan sebagai seorang Muslim. Oleh karena itu yang paling mendekati adalah Din. Nah, Din diuraikan menjadi Dyn,Dana, Dayyan, Duyyun, yang memiliki kandungan makna hutang,keadaan berhutang,penyerahan diri, dan  kecenderungan alami. Untuk Dana, atau duyyun, memberikan gambaran proses hidup manusia sebagai keadaan berhutang dengan Sang Penciptanya. Nah logikanya, orang diberi hutangan akan menerima syarat-syarat yang pemberi hutang. Jadilah ada makna tunduk, berserah dan taat agar proses berhutang itu menjadi mudah. Agar hutangan itu diterima oleh Yang Maha Memberikan Kehidupan manusia harus mengikut syarat-syarat yang ditetapkaNya sebaimana menurut Syed Naquib Al Attas mengenai  firman Allah SWT

“Demi langit yang mengandung Hujan” ( QS At Thariq : 11 )

Ra’j menurut Al Attas secara literal bermakna “kembali “ hujan sebagai sebuah proses yang terus menerus dan selalu kembali setiap saat. Maka pengembalian ini, menurut Al Attas dilihat dari segi manfaat, keuntungan, dan perolehan. Oleh karena itu Ra’j bermakna similar dengan Rabah.Ribhun,Roobih yang semuanya berarti untung, laba dan keuntungan. Lain halnya konsep laba dalam akuntansi Islam ada yang menyebutnya sebagai Ghallah ada juga yang tetap menggariskannya sebagaimana Ribhun. Atau keuntungan. Maka, menurut Syed Al Attas, apabila seorang ingin beruntung hidupnya di dunia dan akhirat sebagai seorang abid atau hamba yang berhutang maka ia harus mengembalikan dirinya kepada Allah SWT Yang Maha Menciptakan kehidupan dan Yang Maha Mematikan.jadinya beragama adalah bentuk rasa berhutang pada Yang Maha Pencipta.  Benarlah sabda Baginda Nabi SAW “ Man Dana Nafsahu raabiha “ barangsiapa yang memperhambakan dirinya, dialah yang beruntung’ begitu kata Nabi akhir zaman ini.

Tetapi uniknya sekalipun telah dipaparkan secara detail oleh Syed Naquib Al Attas bahwa  Madani mempunyai relasi yang kuat dengan konsep din berikut turunannya dan mempunyai akar kata hingga membentuk istilah Maddana yang bermakna membangun, atau membina kota,  ia lahir justru setelah muncul Madinah !, Berarti kita bisa simpulkan bahwa Madani adalah tatanan masyarakat yang menjadikan berperilaku dan berkarakteristik seperti penduduk Madinah yang menyerahkan diri kepada aturan dan syariah Allah sebagai syarat untuk memperoleh keuntungan dan kebahagiaan. Sebagai syarat kalau dirinya adalah hamba Allah yang berhutang padaNya dengan cara menerapkan aturan dan kehendakNya dalam berperilaku sebagai makhluk sosial. Jadilah Madani duduk bersama Tamaddun,Madaniyah, Peradaban, Tatanan Masyarakat yang beradab dengan menjadikan ketaatan sebagai inspirasi membangun jati diri bangsa dan pola pikir ummatnya jika tak beradab maka jadilah biadab !!

Ala Kulli Hal, Ekonom Rabbani Untuk Regional Madani menempatkan kembali antara perilaku individu pelaku ekonomi ke sarangnya, atau ke worldview bahwa ia punya kewajiban sebagai seorang hamba pada Rabbnya agar ia beruntung dunia akhirat berbuat sesuai petunjuk Yang Memberikan Hutangan.agar berperilaku ekonomi yang jauh dari gharar,zhalim,gambling dan maksiyat.  Dualism jiwa yang biasa terjadi pada kalangan intelektual barat diharapkan bukan bagian dari elemen kejiwaan seorang ekonom Rabbani. Kalau Politik saja bisa untuk Da’wah apalagi Ekonomi sangat bisa  Untuk Maslahah. Begitulah gambarannya. Komprehensif dan truly Rabbani !!

Sentul Desa Cadas Ngampar, 2 November 2010/25 Hapit 1431 H
Willy Mardian (STEI Tazkia)
  • Share On Facebook
  • Digg This Post
  • Stumble This Post
  • Tweet This Post
  • Save Tis Post To Delicious
  • Float This Post
  • Share On Reddit
  • Bookmark On Technorati
Blog Gadgets

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...