Sabtu, 13 November 2010

Kesabaran Ekonom Rabbani, Kesabaran yang Baik

“Dia (Ya’qub) berkata, Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S. 12: 83)

Betapa tidak pantasnya, bagi seorang yang sering kali mengeluh, kemudian berkata-kata tentang kesabaran. Namun, ada satu sketsa yang terkenang, mengalunkan kata-kata tentang kesabaran yang pernah terdengar lembut dan sejuk. Suatu ketika, seorang pemuda yang mudah mengeluh ini, tertohok oleh nasihat seorang saudaranya. Saking tertohoknya, hingga nasihat itu seketika saja meresap dalam hatinya, sedalam-dalamnya. Saking dalamnya, hingga ketika sempat hadir pilihan dalam perjalanan pemuda ini untuk mengeluh, sejak awal kata-kata itu mengalun mengingatkannya, berulang-ulang, dalam hatinya. Dan hingga berulang-ulang pula, pemuda itu memilih untuk tidak jadi mengeluh. Jazakumullahu khairan katsiiraan, terungkap dalam senyum penuh cinta untuk saudara yang senantiasa menjaga saya dengan nasihatnya.

Saya yang begitu menikmati sastra, suatu ketika dipertemukan dengan kisah yang begitu agung dalam sebaik-baik sastra yang pernah ada di muka bumi; surat Yusuf dalam al-Qur’an. Sastra yang tiada pernah ada tandingannya baik dalam keindahan maupun juga kedalaman maknanya. Begitulah, karena yang menulisnya adalah pembuat sebaik-baik skenario, Allah swt. Membacanya, saya sempat beberapa kali terhenti, mencoba memaknai lebih mendalam, ketika menjumpai pelajaran tentang kesabaran.

Dalam surat Yusuf, cerita tentang sang ayah, Ya’qub as, setidaknya telah dua kali mengajarkan saya –dan kita, antum sekalian tentu saja- tentang kesabaran yang baik. “Maka kesabaranku”, kata Ya’qub as yang diabadikan di dalamnya, “adalah kesabaran yang baik”. Ketika itu, kita dapati bagaimana kesabarannya ketika ia kehilangan putra kesayangannya, Yusuf as, yang dibuang saudara-saudaranya yang menyimpan iri dalam hatinya. Juga di lain waktu jauh sesudahnya, kita temui bagaimana kesabarannya ketika ia terus-menerus menangis dalam dukanya terhadap Yusuf as, hingga matanya tak dapat melihat dengan baik. Kemudian, seperti diceritakan darinya, tahulah kita tentang bagaimana kesabaran yang baik itu.

Kesabarannya, kesabaran yang baik, adalah dengan mengadukan kesedihan dan kesusahan hanya kepada Allah. Kesabarannya, kesabaran yang baik, adalah dengan tidak pernah berputus asa terhadap rahmat Allah. Kesabarannya, kesabaran yang baik, adalah dengan memohon pertolongan kepada Allah saja. Maka, sungguh begitu indah dan kokoh kesabaran yang baik itu. Ketika kedukaan, kesusahan, dan kesedihan, tak sempat menggantikan senyum ridhanya, dan tak sempat mengeluh dalam hati dan lakunya, kecuali hanya kepada Allah saja. Ah, mungkin, seorang yang mencoba menceritakan kembali ini, masih sangat jauh dari kesabaran itu. Hanya saja, betapa rindunya ia dan hatinya, untuk menjalani kesabaran itu, seperti kesabaran Ya’qub as, menjalani kesabaran yang baik.

Masih membekas dalam ingatan saya, kata-kata Ustadz Nashir Harits. “Kita ini,” kurang lebih demikian kata beliau, “akan terus diuji.” Sejenak beliau menghela nafas. “Kalau Allah mencintai seseorang,” lanjut beliau, “maka ia akan diuji. Semakin cinta Allah padanya, akan semakin diuji. Dengan ujian itu, Allah telah menjanjikan kemuliaan baginya.” Oleh karena itu, kesabaran yang baik adalah sebaik-baik bekal, yang menjaga konsistensi kita bertahan dalam menempuh perjalanan yang dipenuhi ujian.

Maka, bersyukurlah kita, ketika ujian selalu mempertemui kita di sepanjang perjalanan. Karena Allah telah menyiapkan kemuliaan berlipat-lipat bagi mereka yang menjalaninya dengan kesabaran yang baik. Maka, bersyukurlah kita, ketika ujian selalu membersamai kita di sepanjang perjalanan. Karena mungkin saja kita sudah berada di jalur yang benar, jalan yang lurus. “Jalan yang lurus itu,” masih kata Ustadz Nashir Harits, “sebenarnya jalan yang banyak syaithan.” Yah, jalan yang lurus itu adalah jalan yang penuh ujian. “Kita perlu curiga”, canda beliau bermekar senyum, “kalau jalan kita gampang-gampang aja. Ini jalan lurus atau bukan??” Hehe.

Alangkah indah ketika kita mencerap dalam-dalam makna kesabaran yang baik dalam kontemplasi dan muhasabah. Sudahkan kita memaknai kata-kata Asy Syafi’i yang secara implisit disampaikan oleh Ustadz Nashir Harits tadi, bahwa di balik ujian, Allah telah menyiapkan kemuliaan. Sudahkan kita, membekali diri dalam menempuh perjalanan penuh ujian dengan kesabaran yang baik? Ukurannya, masihkan kita sering mengeluh, pernahkan kita berputus asa dariNya, atau telah lelahkan kita untuk terus memohon padaNya?

Untuk saudaraku para Ekonom Rabbani, yang telah meyakinkan diri menempuh jalan yang lurus, jalan berlimpah ujian. Untuk saudaraku para Ekonom Rabbani, yang setiap kita adalah pemimpin, seperti kata Rasulullah, paling tidak pemimpin bagi diri sendiri. Dan Allah akan meminta pertanggungjawaban. Inginlah saya berbagi nasihat saudara saya yang lainnya. “Pemimpin itu,” katanya ketika meminta saya waktu itu, “harus siap menangis paling akhir.” Ketika yang lainnya menangis, ia tetap tersenyum, menguatkan yang lain bahwa harapan itu masih ada. Ketika yang lainnya menangis, ia mengajak untuk kembali tersenyum, tidak mengeluh, dan tidak berputus asa. Dan ketika ia akhirnya menangis, adalah di tempat yang paling tersembunyi di mana tak seorang pun melihatnya. Di sana ia menangis lebih dalam, setelah menahan kesakitan dan kesedihan di hadapan manusia, hanya kepada Allah saja. Hanya kepada Allah saja. Begitulah, kesabaran yang baik yang harus dimiliki setiap kita, seorang pemimpin. Kesabaran yang masih begitu jauh dari saya, menjadikan kerinduan yang ada tak pernah berbatas dalam saya.

“Sebab, pohon kebesaran suatu ummat hanya dapat tumbuh di taman sejarah yang disirami air mata kesedihan dan darah pengorbanan.” (M. Anis Matta)

Untuk saudaraku para Ekonom Rabbani. Kita yang senantiasa merindukan kebesaran ummat. Jangan pernah mengeluh dan berputus asa ketika dipaksa untuk bersedih dan diminta untuk berkorban. Karena demikianlah tabiat jalan kita, yang membawa pada resapan hati tak berbatas. Maka berteriaklah lantang mulai dari dalam memenangkan hati, seperti kata-kata Ya’qub yang mengabadi dalam al-Qur’an, “Fashobrun jamiilun…” Maka kesabaranku adalah kesabaran yang baik… Insya Allah. []

Minomartani, 14 September 2009, 01:34
Aditya Rangga Yogatama
Kontemplasi, menasihati diri sendiri, yang saat ini mulai dipertemukan dengan sekian banyak pilihan untuk mengeluh dan berputus asa. Juga untukmu saudaraku para Ekonom Rabbani ;)
  • Share On Facebook
  • Digg This Post
  • Stumble This Post
  • Tweet This Post
  • Save Tis Post To Delicious
  • Float This Post
  • Share On Reddit
  • Bookmark On Technorati
Blog Gadgets

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...