Rabu, 27 April 2011

Memaknai Ukhuwah Sebagai Bahasa Kontribusi

"Allah, atas 'amal dan kemesraan ukhuwah yang dilihat & dipuji sesama, jangan kurangi pahalanya. Bahkan jadikan ia inspirasi, berganjaran tiada henti." 

Sahabat Ekonom Rabbani, seorang Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah pernah berkisah tentang kelembutan hati tukang sol sepatu yang menunda pergi hajinya diakibatkan uang yang dipersipakannya untuk berangkat, diberikan pada tetangganya yang kelaparan. Namun banyak teman-temannya yang berangkat menunaikan ibadah haji melihat tukang sol sepatu itu berada di tanah suci. Dalam mimpi Ibnul Mubarak rahimahullah, tukang sol sepatu itulah orang yang termasuk diterima ibadah hajinya oleh Allah SWT.
Kisah diatas tentu bukan persoalan maqbulnya ibadah haji. Akan tetapi mengenai sikap arif tukang sol sepatu itu. Sikapnya yang penuh perhatian pada nasib tetangganya, nasib saudaranya sesama muslim. Ia rela menyerahkan harta yang ia kumpulkan dari jerih payahnya berbulan-bulan kepada saudaranya sesama muslim.
Begitulah menjadikan ukhuwah sebagai bahasa amal. Ia merupakan kombinasi persatuan dan kepekaan. Artinya sikap itu dilakukan secara refleks tidak perlu kalkulasi yang amat teliti. Tukang sol sepatu itu tahu betul apa yang mesti diputuskan pada saat-saat yang tepat.
Lagi-lagi ukhuwah adalah bahasa yang seharusnya melebihi teori atau konsep. Sikap ini pancaran kebiasaan yang berasal dari sinar keimanan. Sinar keimanan yang lahir dari pembiasaan watak dan prilaku para pemiliknya.
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Ali Imran: 92)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...